Diksi dalam bahasa jurnalistik

Diksi dalam bahasa jurnalistik

Diksi adalah pilihan kata. Seorang penulis atau seorang jurnalis harus pandai memilih kata untuk memberi tekanan makna pada pesan yang ingin disampaikannya. Kepiawaian memilih kata bukan karena penguasaan kosa kata atau perbendaharaan kata yang sangat banyak dan variatif, melainkan juga karena ia memang terbiasa menulis. Sebagai proses kreatif, keterampilan menulis hanya mungkin dicapai melalui proses berlatih yang terus-menerus, tidak sekali jadi. 

Menurut pakar bahasa dari Universitas Indonesia, Gorys Keraf, pilihan kata tidak hanya mempersoalkan ketepatan pemakaian kata, tetapi juga mempersoalkan apakah kata yang dipilih itu dapat juga diterima atau tidak merusak suasana yang ada. Sebuah kata yang tepat untuk menyatakan suatu maksud tertentu, belum tentu dapat diterima oleh oleh hadirin atau oleh orang yang diajak bicara. Masyarakat yang diikat berbagai norma, menghendaki pula agar setiap kata yang digunakan harus cocok atau serasi dengan norma-noma masyarakat, harus sesuai dengan situasi yang dihadapi (Keraf, 2004:24). 

Jadi, pilihan kata atau diksi harus pula senantiasa memper- imbangkan dimensi psikologis dan dimensi sosiologis suatu masyarakat. Diksi tidak bisa digunakan hanya dengan merujuk kepada faktor-faktor teknis tata bahasa. Gorys Keraf menyimpulkan, terdapat tiga hal yang berkaltan dengan diksi: 

Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. 

Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. 

Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiltki oleh sebuah bahasa (Keraf, 2004:24).

Dalam bahasa jurnalistik, diksi kerap bersinggungan dengan, antara lain, masalah pemakaian: kata-kata bersinonim, kata-kata bernilai rasa, kata-kata konkret, kata-kata abstrak, kata-kata umum, kata-kata khusus dan kata lugas. Sebagian jurnalis kita seperti tidak menyadari kalau bahasa Junalistik yang mereka pakai dalam penulisan, penylaran, dan penayangan berita atau laporan, sudah keluar dari korldor yang telah ditentukan.

Diksi dalam bahasa jurnalistik


Berikut 7 pemakaian diksi dalam bahasa jurnalistik:

Kata Bersinonim
kata yang memiliki sejenis, sepadan, sejajar, serumpun, dan memiliki arti yang sama. Meskipun ada beberapa kata yang dapat saling menggantikan, dan ada yang tidak. Ada pula kata-kata bersinonim yang pemakaiannya dibatasi oleh persandingan yang dilazimkan. Karena itu, kita harus memilihnya secara cermat (Soedjito, 1988:33). Contoh: melihat, menatap, menonton menyaksikan, mengawasi. Contoh lain: memukul, menampar, menempeleng. Seorang penulis atau jurnalis harus cermat serta akurat dalam memilih kata bersinonim. Diksi tidak hanya semata-mata persoalan teknis memilih kata. Lebih dari itu, diksi menghendaki setiap kata dalam bahasa jurnalistik menjadi hidup, segar, khas, dan menunjukkan pesan sesungguhnya. Contoh, kita bisa menerima kalimat: penjual es itu tewas tertabrak mobil. Tapi tidak dengan kalimat berikut: kucing Lia meninggal kemarin karena sakit. Dapat disimpulkan, kata bersinonim tidak bisa sesuka hati dipertukarkan atau diganti begitu saja.

Kata Bernilai Rasa
Tidak hanya gula yang memiliki rasa manis atau garam yang rasanya asin. Bahasa pun perlu memiliki rasa. Termasuk bahasa jurnalistik, harus memiliki cita rasa. Kata-kata bernilai rasa tinggi, akan memiliki dampak yang lebih kuat di benak khalayak dibandingkan dengan kata-kata bernilai rasa rendah. Secara psikologis misalnya, kata bernilai rasa tinggi menunjukan penghormatan kepada subjek yang sedang dibicarakan. Contoh, mana kata yang lebih tepat: lonte, pelacur, atau pekerja seks? Dua kata yang disebutkan pertama termasuk kata bernilai rasa rendah, itu tentunya membuat si subjek merasa terhina dan tidak menunjukan rasa empati dan tidak manusiawi. Sementara contoh ketiga menurut penelitan, pekerja seks komersial merupakan bukan pilihan subjek atau menjadi cita-cita mereka, melainkan karena tuntutan ekonomi dan sebagai akibat korban kekerasan seksual.

Kata Konkret
Kata konkret ialah kata yang menunjukan kepada objek yang dapat dipilih, didengar, dirasakan, diraba, atau dicium. Kata-kata konkret merupakan kata yang dapat dipahami dibandingkan dengan kata-kata abstrak. Kata konkret lebih efektif jika dipakai dalam narasi atau deskripsi sebab dapat merangsang pancaindera (Soedjito, 1988:5). Contoh: para korban gunung Sinabung terpaksa mengungsi di tenda-tenda darurat karena letusan Sinabung menyebabkan rumah-rumah mereka dipenuhi abu vulkanik. Selain itu, para korban juga membutuhkan pakaian, popok bayi, obat-obatan, air, dan juga makanan. Maka dari itu, pemerintah akan mengirim bantuan hari ini.

Kata Abstrak
Kata-kata abstrak merupakan suatu kata-kata yang menunjukan sifat, konsep, atau gagasan.  Kata-kata ini sering dipakai untuk mengungkapan suatu ide atau gagasan yang rumit. Kata-kata abstrak sulit untuk dipahami maksud dan maknanya. Jadi, penggunaan kata abstrak tidak disarankan untuk jurnalistik karena akan menyulitkan bagi pembaca, pendengar, atau pemirsa. Contoh: pemerintah menyarankan warga untuk menyingsingkan lengan baju dan semangat 45 dalam membersihkan gorong-gorong.

Kata Umum
Kata-kata umum adalah kata-kata yang luas ruang lingkupnya. Makin umum, makin kabur gambarannya dalam angan-angan (Soedjito, 1988:5). Kata-kata umum sesungguhnya bertentangan dengan prinsip akurasi dalam etika dasar jurnalistik. Akurasi berarti ketelitian dan ketepatan secara spesifik. Kata-kata umum bisa mengaburkan pesan dan menyesatkan pemahaman. Contoh: para pengungsi korban banjir memperoleh pakaian, makanan, dan buah-buahan segar dari rombongan isteri gubernur yang sengaja mengunjungi mereka di barak-barak darurat kemarin pagi.

Kata Khusus
Kata-kata khusus ialah yang memiliki ruang lingkup yang sempit. Makin khusus, makin jelas maksud dan maknanya. Kata-kata khusus lebih menegaskan pesan, memusatkan perhatian dan pengertian, serta sangat selaras dengan prinsip akurasi dalam etika dasar jurnalistik. Kata-kata khusus ini lebih banyak digunakan untuk penulisan, peliputan dan pelaporan berita. Contoh: para korban banjir yang terdiri dari 60 pria lanjut usia, 79 wanita, 50 remaja putra-putri, dan 45 balita, masing-masing telah memperoleh sekaleng biskuit, selimt, lima bungkus mie instan, satu susu berukuran 750gr, dua buah apel merah, dan tiga botol air mineral saat gubernur datang berkunjung Minggu lalu.

Kata Lugas
Kata-kata yang lugas berarti kata-kata yang bersifat tembak langsung (to do point) tegas, lurus, apa adanya, dan kata-kata yang bersahaja. Kata yang lugas adalah kata yang sekaligus juga ringkas, tidak merupakan frasa yang panjang, tidak mendayu-dayu.

Demikianlah postingan singkat mengenai diksi dalam bahasa jurnalistik. Semoga bermanfaat.

Belum ada Komentar untuk "Diksi dalam bahasa jurnalistik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel